SENGKETA
INTERNASIONAL adalah suatu perselisihan antara subjek-subjek hukum
internasional mengenai fakta, hukum atau politik dimana tuntutan atau
pernyataan satu pihak ditolak, dituntut balik atau diingkari oleh pihak
lainnya.
A. SENGKETA
INTERNASIONAL
Persengketaan bisa
terjadi karena :
1. Kesalahpahaman
tentang suatu hal.
2. Salah
satu pihak sengaja melanggar hak / kepentingan negara lain.
3. Dua
negara berselisih pendirian tentang suatu hal.
4. Pelanggaran
hukum / perjanjian internasional.
Contoh sebab timbulnya sengketa
internasional yang sangat potensial terjadinya perang terbuka :
1. Segi
Politis (adanya pakta pertahanan / pakta perdamaian).
Pasca
Perang Dunia II (1945) muncul dua kekuatan besar yaitu Blok Barat (NATO
pimpinan AS) dan Blok Timur (PAKTA WARSAWA pimpinan Uni Soviet). Mereka
bersaing berebut pengaruh di bidang Ideologi, Ekonomi, dan Persenjataan.
Akibatnya sering terjadi konflik di berbagai negara, missalnya Krisis Kuba,
Perang Korea (Korea Utara didukung Blok Timur dan Korea Selatan didukung Blok
Barat), Perang Vietnam dll.
2. Batas
Wilayah.
Suatu
Negara berbatasan dengan wilayah Negara lain. Kadang antar Negara terjadi
ketidak sepakatan tentang batas wilayah masing – masing. Misalnya Indonesia
dengan Malaysia tentang Pulau Sipadan dan Ligitan (Kalimantan). Sengketa ini
diserahkan kepada Mahkamah Internasional dan pada tahun 2003 sengketa itu
dimenangkan oleh Malaysia.
CONTOH
KASUS SENGKETA INTERNASIONAL
NEGARA INDONESIA DENGAN
MALAYSIA
Sengketa
Sipadan dan Ligitan adalah persengketaan Indonesia dan Malaysia atas pemilikan
terhadap kedua pulau yang berada di Selat Makassar yaitu pulau Sipadan (luas:
50.000 meter²) dengan koordinat: 4°6′52.86″N 118°37′43.52″E dan pulau Ligitan
(luas: 18.000 meter²) dengan koordinat: 4°9′N 118°53′E. Sikap Indonesia semula
ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN namun akhirnya sepakat
untuk menyelesaikan sengketa ini melalui jalur hukum Mahkamah Internasional.
Persengketaan
antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam
pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata
memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya.
Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan
status status quo akan tetapi ternyata pengertian ini berbeda. Pihak Malaysia
membangun resor parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia karena
Malaysia memahami status quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai
persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status
ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati/diduduki sampai
persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Pada tahun 1969 pihak
Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta
nasionalnya.
Pada
tahun 1976, Traktat Persahabatan dan Kerja Sama di Asia Tenggara atau TAC
(Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia) dalam KTT pertama ASEAN di
pulau Bali ini antara lain menyebutkan bahwa akan membentuk Dewan Tinggi ASEAN
untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara sesama anggota ASEAN
akan tetapi pihak Malaysia menolak beralasan karena terlibat pula sengketa
dengan Singapura untuk klaim pulau Batu Puteh, sengketa kepemilikan Sabah
dengan Filipina serta sengketa kepulauan Spratley di Laut Cina Selatan dengan
Brunei Darussalam, Filipina, Vietnam, Cina, dan Taiwan. Pihak Malaysia pada
tahun 1991 lalu menempatkan sepasukan polisi hutan (setara Brimob) melakukan
pengusiran semua warga negara Indonesia serta meminta pihak Indonesia untuk
mencabut klaim atas kedua pulau.
Sikap
pihak Indonesia yang ingin membawa masalah ini melalui Dewan Tinggi ASEAN dan
selalu menolak membawa masalah ini ke ICJ kemudian melunak. Dalam kunjungannya
ke Kuala Lumpurpada tanggal 7 Oktober 1996, Presiden Soeharto akhirnya
menyetujui usulan PM Mahathir tersebut yang pernah diusulkan pula oleh
Mensesneg Moerdiono dan Wakil PM Anwar Ibrahim, dibuatkan kesepakatan
"Final and Binding," pada tanggal 31 Mei 1997, kedua negara
menandatangani persetujuan tersebut. Indonesia meratifikasi pada tanggal 29
Desember 1997 dengan Keppres Nomor 49 Tahun 1997, demikian pula Malaysia
meratifikasi pada 19 November 1997, sementara pihak mengkaitkan dengan
kesehatan Presiden Soeharto dengan akan dipergunakan fasilitas kesehatan di
Malaysia
CARA
PENYELESAIAN
Keputusan
Mahkamah Internasional Pada tahun 1998 masalah sengketa Sipadan dan Ligitan
dibawa ke ICJ, kemudian pada hari Selasa 17 Desember 2002 ICJ mengeluarkan
keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara
Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia
dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada
Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu
hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia.
Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa
memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim),
yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan
administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa
burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan
operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang
dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan Chain
Of Title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam
menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat
Makassar.
KOMENTAR
Dalam kaitan ini, maka
beberapa hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah melakukan pembinaan
mengenai pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam (SDA), membangun
infrastruktur dan sarana perhubungan, serta pembinaan wilayah dan pertahanan.
Khusus untuk pulau-pulau atau kawasan yang tidak dapat dihuni, namun sangat
rawan sengketa dengan negara tetangga
Di kawasan pulau-pulau
terluar atau wilayah perbatasan, terutama kawasan yang memiliki kandungan
sumber daya alam tambang dan minyak. Indonesia harus mengerahkan dana dan upaya
secara terpadu untuk mengamankan wilayahnya sendiri, antara lain
untuk membangun pos-pos pengamatan dan pembangunan mercusuar, baik di
darat maupun di laut, terutama di wilayah yang memiliki nilai ekonomis yang
sangat tinggi.
Masalah
wilayah perbatasan memang perlu segera memperoleh pehatian, karena ternyata
tidak saja rawan atas sengketa dan pencaplokan wilayah oleh negara lain. Namun,
jika tidak diurus dan dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan banyak
masalah lainnya. Antara lain, adalah kerawanan pencurian ikan dan pembalakan
liar hutan, penyelundupan barang secara ilegal, rawan terjadinya kejahatan,
penyelundupan narkoba, dan kegiatan perompakan di lautan,
Inilah
maknanya bagi kita. Bahwa masalah sengketa perbatasan dengan Malaysia, masih
merupakan pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan oleh Indonesia. Agar
keutuhan wilayah negeri ini tetap terjaga dan lestari. Agar sebuah penyesalan
mengenai kehilangan wilayah, tidak lagi terulang lagi. Tidak cukup hanya dengan
sikap tegas, unjuk kekuatan, atau bahkan hanya dengan sekedar sikap yang emosional
0 komentar:
Posting Komentar