Daftar kitab
Mahābhārata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan
belas kitab atau sering disebut Astadasaparwa.
Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah Mahābhārata, yakni
semenjak kisah para leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati, Yadu, Puru,
Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata) sampai
kisah diterimanya Pandawa
di surga.
Nama kitab
|
Keterangan
|
Adiparwa
|
Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu, seperti
misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah Bagawan Dhomya yang menguji ketiga
muridnya, kisah para leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah masa
kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah tewasnya rakshasa Hidimba di tangan
Bhimasena,
dan kisah Arjuna
mendapatkan Dropadi.
|
Sabhaparwa
|
Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di sebuah
balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana.
Karena usaha licik Sangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh
Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan diri ke hutan
selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa penyamaran selama 1 tahun.
|
Wanaparwa
|
Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun
pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah Arjuna yang
bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh senjata sakti. Kisah Arjuna
tersebut menjadi bahan cerita Arjunawiwaha.
|
Wirataparwa
|
Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran
Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami pengasingan
selama 12 tahun. Yudistira menyamar sebagai ahli agama, Bhima sebagai juru
masak, Arjuna
sebagai guru tari, Nakula sebagai penjinak kuda, Sahadewa
sebagai pengembala, dan Dropadi sebagai penata rias.
|
Udyogaparwa
|
Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang
keluarga Bharata
(Bharatayuddha).
Kresna yang
bertindak sebagai juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan Korawa. Pandawa dan Korawa mencari
sekutu sebanyak-banyaknya di penjuru Bharatawarsha,
dan hampir seluruh Kerajaan India Kuno terbagi menjadi dua
kelompok.
|
Bhismaparwa
|
Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan
tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya terselip suatu
percakapan suci antara Kresna dan Arjuna menjelang perang berlangsung. Percakapan tersebut
dikenal sebagai kitab Bhagavad Gītā. Dalam kitab Bhismaparwa juga
diceritakan gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna
yang dibantu oleh Srikandi.
|
Dronaparwa
|
Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan Bagawan Drona sebagai
panglima perang Korawa. Drona berusaha menangkap Yudistira,
namun gagal. Drona gugur di medan perang karena dipenggal oleh Drestadyumna
ketika ia sedang tertunduk lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian
anaknya, Aswatama.
Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.
|
Karnaparwa
|
Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai
panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona, dan
sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan gugurnya Dursasana
oleh Bhima. Salya menjadi kusir
kereta Karna, kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna
gugur di tangan Arjuna
dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.
|
Salyaparwa
|
Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai
panglima perang Korawa
pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya gugur di medan perang. Setelah
ditinggal sekutu dan saudaranya, Duryodana
menyesali perbuatannya dan hendak menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal
itu menjadi ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk berkelahi
dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana gugur, tapi ia sempat
mengangkat Aswatama
sebagai panglima.
|
Sauptikaparwa
|
Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama
kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia bersama Kripa dan Kertawarma
menyusup ke dalam kemah pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali
para Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Byasa. Keesokan
harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian antara Aswatama
dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya
Aswatama menyesali perbuatannya dan menjadi pertapa.
|
Striparwa
|
Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang
ditinggal oleh suami mereka di medan pertempuran. Yudistira
menyelenggarakan upacara pembakaran jenazah bagi mereka yang gugur dan
mempersembahkan air suci kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan
kelahiran Karna
yang menjadi rahasia pribadinya.
|
Santiparwa
|
|
Anusasanaparwa
|
Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan diri Yudistira
kepada Resi
Bhisma untuk menerima ajarannya. Bhisma mengajarkan tentang ajaran Dharma, Artha, aturan
tentang berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya. Akhirnya,
Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.
|
Aswamedhikaparwa
|
Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira.
Kitab tersebut juga menceritakan kisah pertempuran Arjuna dengan
para Raja di dunia, kisah kelahiran Parikesit
yang semula tewas dalam kandungan karena senjata sakti Aswatama, namun
dihidupkan kembali oleh Sri Kresna.
|
Asramawasikaparwa
|
Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah kepergian Drestarastra,
Gandari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke tengah hutan, untuk meninggalkan
dunia ramai. Mereka menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya
Resi Narada
datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke surga karena dibakar oleh
api sucinya sendiri.
|
Mosalaparwa
|
Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri
Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah hutan. Arjuna
mengunjungi Dwarawati dan mendapati bahwa
kota tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi Byasa, Pandawa dan Dropadi
menempuh hidup “sanyasin” atau mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.
|
Mahaprastanikaparwa
|
|
Swargarohanaparwa
|
Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira
yang mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam
perjalanannya, ia ditemani oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak
masuk surga jika disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing
menampakkan wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.
|
Suntingan teks
Antara tahun 1919 dan 1966, para pakar di Bhandarkar
Oriental Research Institute, Pune, membandingkan banyak naskah dari wiracarita ini yang
asalnya dari India dan luar India untuk menerbitkan suntingan teks kritis dari Mahabharata.
Suntingan teks ini terdiri dari 13.000 halaman yang dibagi menjadi 19 jilid.
Lalu suntingan ini diikuti dengan Harivaṃsa dalam 2 jilid dan 6 jilid indeks.
Suntingan teks inilah yang biasa dirujuk untuk telaah mengenai Mahabharata.[1]
Ringkasan cerita
Peta "Bharatawarsha"
(India Kuno) atau wilayah kekuasaan Maharaja Bharata
Latar belakang
Mahabharata merupakan kisah kilas balik yang dituturkan oleh
Resi Wesampayana
untuk Maharaja Janamejaya yang gagal mengadakan upacara korban ular.
Sesuai dengan permohonan Janamejaya, kisah tersebut merupakan kisah raja-raja
besar yang berada di garis keturunan Maharaja Yayati, Bharata,
dan Kuru,
yang tak lain merupakan kakek moyang Maharaja Janamejaya.
Kemudian Kuru menurunkan raja-raja Hastinapura
yang menjadi tokoh utama Mahabharata. Mereka adalah Santanu, Chitrāngada,
Wicitrawirya,
Dretarastra,
Pandu, Yudistira, Parikesit dan
Janamejaya.
Para Raja India Kuno
Mahabharata banyak memunculkan nama raja-raja besar pada
zaman India Kuno seperti Bharata,
Kuru,
Parikesit
(Parikshita), dan Janamejaya. Mahabharata merupakan kisah besar keturunan
Bharata, dan Bharata adalah salah satu raja yang menurunkan tokoh-tokoh utama
dalam Mahabharata.
Kisah Sang Bharata
diawali dengan pertemuan Raja Duswanta dengan Sakuntala.
Raja Duswanta adalah seorang raja besar dari Chandrawangsa keturunan Yayati, menikahi
Sakuntala dari pertapaan Bagawan Kanwa, kemudian menurunkan Sang Bharata,
raja legendaris. Sang Bharata lalu menaklukkan daratan India Kuno. Setelah
ditaklukkan, wilayah kekuasaanya disebut Bharatawarsha
yang berarti wilayah kekuasaan Maharaja Bharata (konon meliputi Asia
Selatan)[2].
Sang Bharata menurunkan Sang Hasti, yang kemudian mendirikan sebuah pusat
pemerintahan bernama Hastinapura. Sang Hasti menurunkan Para Raja Hastinapura.
Dari keluarga tersebut, lahirlah Sang Kuru,
yang menguasai dan menyucikan sebuah daerah luas yang disebut Kurukshetra
(terletak di negara bagian Haryana, India Utara). Sang Kuru menurunkan Dinasti
Kuru atau Wangsa Kaurawa. Dalam Dinasti tersebut, lahirlah
Pratipa, yang menjadi ayah Prabu Santanu, leluhur Pandawa dan Korawa.
Kerabat Wangsa Kaurawa (Dinasti Kuru) adalah Wangsa Yadawa,
karena kedua Wangsa tersebut berasal dari leluhur yang sama, yakni Maharaja Yayati, seorang
kesatria dari Wangsa Chandra atau Dinasti Soma, keturunan Sang Pururawa. Dalam
silsilah Wangsa Yadawa, lahirlah Prabu Basudewa, Raja
di Kerajaan Surasena, yang kemudian berputera Sang Kresna, yang
mendirikan Kerajaan Dwaraka. Sang Kresna dari Wangsa Yadawa
bersaudara sepupu dengan Pandawa dan Korawa dari Wangsa Kaurawa.
Prabu Santanu dan keturunannya
Prabu Santanu adalah seorang raja mahsyur dari garis keturunan Sang
Kuru, berasal dari Hastinapura. Ia menikah dengan Dewi Gangga
yang dikutuk agar turun ke dunia, namun Dewi Gangga meninggalkannya karena Sang
Prabu melanggar janji pernikahan. Hubungan Sang Prabu dengan Dewi Gangga sempat
membuahkan anak yang diberi nama Dewabrata atau Bisma. Setelah ditinggal Dewi Gangga, akhirnya Prabu Santanu
menjadi duda. Beberapa tahun kemudian, Prabu Santanu melanjutkan kehidupan
berumah tangga dengan menikahi Dewi Satyawati,
puteri nelayan. Dari hubungannya, Sang Prabu berputera Sang Citrānggada
dan Wicitrawirya.
Citrānggada wafat di usia muda dalam suatu pertempuran, kemudian ia digantikan
oleh adiknya yaitu Wicitrawirya. Wicitrawirya juga wafat di usia muda dan belum
sempat memiliki keturunan. Atas bantuan Resi Byasa, kedua istri
Wicitrawirya, yaitu Ambika
dan Ambalika,
melahirkan masing-masing seorang putera, nama mereka Pandu (dari Ambalika)
dan Dretarastra
(dari Ambika).
Dretarastra terlahir buta, maka tahta Hastinapura
diserahkan kepada Pandu,
adiknya. Pandu menikahi Kunti dan memiliki tiga orang putera bernama Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kemudian
Pandu menikah untuk yang kedua kalinya dengan Madri, dan memiliki
putera kembar bernama Nakula dan Sadewa. Kelima putera Pandu tersebut dikenal sebagai Pandawa.
Dretarastra yang buta menikahi Gandari, dan memiliki seratus orang putera dan seorang puteri
yang dikenal dengan istilah Korawa. Pandu dan Dretarastra memiliki saudara bungsu bernama Widura. Widura
memiliki seorang anak bernama Sanjaya, yang memiliki mata batin agar mampu
melihat masa lalu, masa sekarang, dan masa depan.
Pandawa dan Korawa
Pandawa
dan Korawa
merupakan dua kelompok dengan sifat yang berbeda namun berasal dari leluhur
yang sama, yakni Kuru dan Bharata.
Korawa (khususnya Duryodana) bersifat licik dan selalu iri hati dengan
kelebihan Pandawa, sedangkan Pandawa bersifat tenang dan selalu bersabar ketika
ditindas oleh sepupu mereka. Ayah para Korawa, yaitu Dretarastra,
sangat menyayangi putera-puteranya. Hal itu membuat ia sering dihasut oleh
iparnya yaitu Sangkuni,
beserta putera kesayangannya yaitu Duryodana,
agar mau mengizinkannya melakukan rencana jahat menyingkirkan para Pandawa.
Pada suatu ketika, Duryodana mengundang
Kunti dan para Pandawa untuk
liburan. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh
Duryodana. Pada malam hari, rumah itu dibakar. Namun para Pandawa diselamatkan
oleh Bima sehingga mereka tidak terbakar
hidup-hidup dalam rumah tersebut. Usai menyelamatkan diri, Pandawa dan Kunti
masuk hutan. Di hutan tersebut Bima bertemu dengan rakshasa Hidimba dan
membunuhnya, lalu menikahi adiknya, yaitu rakshasi Hidimbi. Dari
pernikahan tersebut, lahirlah Gatotkaca.
Setelah melewati hutan rimba, Pandawa melewati Kerajaan
Panchala. Di sana tersiar kabar bahwa Raja Drupada
menyelenggarakan sayembara memperebutkan Dewi Dropadi. Karna mengikuti
sayembara tersebut, tetapi ditolak oleh Dropadi. Pandawa pun turut serta
menghadiri sayembara itu, namun mereka berpakaian seperti kaum brahmana. Arjuna mewakili
para Pandawa untuk memenangkan sayembara dan ia berhasil melakukannya. Setelah
itu perkelahian terjadi karena para hadirin menggerutu sebab kaum brahmana
tidak selayaknya mengikuti sayembara. Pandawa berkelahi kemudian meloloskan
diri. sesampainya di rumah, mereka berkata kepada ibunya bahwa mereka datang
membawa hasil meminta-minta. Ibu mereka pun menyuruh agar hasil tersebut dibagi
rata untuk seluruh saudaranya. Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat bahwa
anak-anaknya tidak hanya membawa hasil meminta-minta, namun juga seorang
wanita. Tak pelak lagi, Dropadi menikahi kelima Pandawa.
Permainan dadu
Dursasana yang berwatak kasar, menarik kain yang dipakai Dropadi, namun
kain tersebut terulur-ulur terus dan tak habis-habis karena mendapat kekuatan
gaib dari Sri Kresna
Agar tidak terjadi pertempuran sengit, Kerajaan
Kuru dibagi dua untuk dibagi kepada Pandawa dan Korawa. Korawa
memerintah Kerajaan Kuru induk (pusat) dengan ibukota Hastinapura,
sementara Pandawa memerintah Kerajaan Kurujanggala dengan ibukota Indraprastha.
Baik Hastinapura maupun Indraprastha memiliki istana megah, dan di sanalah Duryodana
tercebur ke dalam kolam yang ia kira sebagai lantai, sehingga dirinya menjadi
bahan ejekan bagi Dropadi.
Hal tersebut membuatnya bertambah marah kepada para Pandawa.
Untuk merebut kekayaan dan kerajaan Yudistira
secara perlahan namun pasti, Duryodana mengundang Yudistira untuk main dadu dengan
taruhan harta dan kerajaan. Yudistira yang gemar main dadu tidak menolak
undangan tersebut dan bersedia datang ke Hastinapura
dengan harapan dapat merebut harta dan istana milik Duryodana. Pada saat
permainan dadu, Duryodana diwakili oleh Sangkuni yang
memiliki kesaktian untuk berbuat curang. Satu persatu kekayaan Yudistira jatuh
ke tangan Duryodana, termasuk saudara dan istrinya sendiri. Dalam peristiwa
tersebut, pakaian Dropadi
berusaha ditarik oleh Dursasana karena sudah menjadi harta Duryodana sejak
Yudistira kalah main dadu, namun usaha tersebut tidak berhasil berkat
pertolongan gaib dari Sri Kresna. Karena istrinya dihina, Bima bersumpah akan membunuh Dursasana dan
meminum darahnya kelak. Setelah mengucapkan sumpah tersebut, Dretarastra
merasa bahwa malapetaka akan menimpa keturunannya, maka ia mengembalikan segala
harta Yudistira yang dijadikan taruhan.
Duryodana yang merasa kecewa karena Dretarastra
telah mengembalikan semua harta yang sebenarnya akan menjadi miliknya,
menyelenggarakan permainan dadu untuk yang kedua kalinya. Kali ini, siapa yang
kalah harus menyerahkan kerajaan dan mengasingkan diri ke hutan selama 12
tahun, setelah itu hidup dalam masa penyamaran selama setahun, dan setelah itu
berhak kembali lagi ke kerajaannya. Untuk yang kedua kalinya, Yudistira
mengikuti permainan tersebut dan sekali lagi ia kalah. Karena kekalahan
tersebut, Pandawa
terpaksa meninggalkan kerajaan mereka selama 12 tahun dan hidup dalam masa
penyamaran selama setahun.
Setelah masa pengasingan habis dan sesuai dengan perjanjian
yang sah, Pandawa
berhak untuk mengambil alih kembali kerajaan yang dipimpin Duryodana.
Namun Duryodana
bersifat jahat. Ia tidak mau menyerahkan kerajaan kepada Pandawa, walau seluas
ujung jarum pun. Hal itu membuat kesabaran Pandawa habis.
Misi damai dilakukan oleh Sri Kresna, namun berkali-kali gagal. Akhirnya, pertempuran tidak
dapat dielakkan lagi.
Pertempuran di Kurukshetra
Pandawa berusaha mencari sekutu dan ia mendapat bantuan
pasukan dari Kerajaan Kekaya, Kerajaan
Matsya, Kerajaan Pandya, Kerajaan
Chola, Kerajaan Kerala, Kerajaan
Magadha, Wangsa
Yadawa, Kerajaan Dwaraka, dan masih banyak lagi. Selain
itu para ksatria besar di Bharatawarsha seperti misalnya Drupada, Satyaki, Drestadyumna,
Srikandi, Wirata, dan
lain-lain ikut memihak Pandawa. Sementara itu Duryodana
meminta Bisma
untuk memimpin pasukan Korawa sekaligus mengangkatnya sebagai panglima tertinggi
pasukan Korawa. Korawa dibantu oleh Resi Drona dan putranya Aswatama, kakak
ipar para Korawa yaitu Jayadrata, serta guru Krepa, Kretawarma,
Salya, Sudaksina, Burisrawas,
Bahlika, Sangkuni, Karna, dan masih
banyak lagi.
Pertempuran berlangsung selama 18 hari penuh. Dalam
pertempuran itu, banyak ksatria yang gugur, seperti misalnya Abimanyu, Drona, Karna, Bisma, Gatotkaca, Irawan, Raja Wirata dan
puteranya, Bhagadatta,
Susharma, Sangkuni, dan
masih banyak lagi. Selama 18 hari tersebut dipenuhi oleh pertumpahan darah dan
pembantaian yang mengenaskan. Pada akhir hari kedelapan belas, hanya sepuluh
ksatria yang bertahan hidup dari pertempuran, mereka adalah: Lima Pandawa, Yuyutsu, Satyaki, Aswatama, Krepa dan Kretawarma.
Penerus Wangsa Kuru
Setelah perang berakhir, Yudistira
dinobatkan sebagai Raja Hastinapura. Setelah memerintah selama beberapa lama, ia
menyerahkan tahta kepada cucu Arjuna, yaitu Parikesit. Kemudian, Yudistira bersama Pandawa dan Dropadi mendaki
gunung Himalaya
sebagai tujuan akhir perjalanan mereka. Di sana mereka meninggal dan mencapai
surga. Parikesit memerintah Kerajaan Kuru dengan adil dan bijaksana. Ia menikahi
Madrawati dan memiliki putera bernama Janamejaya.
Janamejaya menikahi Wapushtama (Bhamustiman) dan memiliki putera bernama
Satanika. Satanika berputera Aswamedhadatta. Aswamedhadatta dan keturunannya
kemudian memimpin Kerajaan Wangsa Kuru di Hastinapura.
Cuplikan Cerita Mahabarata
Setelah kematian Maharaja Sentanu, Chitrangada menjadi Raja
Hastinapura dan kemudian di gantikan oleh Wicitrawirya. Wicitrawirya memiliki
putra Destarata dan Pandu. Karena Destarata buta, dia sebagai anak tertua tidak
bisa meimpin kerajaan dan di gantikan oleh Pandu, putra kedua. Suatu hari Raja
Pandu melakukan kesalahan dan harus mengasingkan diri ke hutan. Saat
pengasingan Pandu ditemani kedua istrinya dewi Kunti serta dewi Madri,
melahirkan lima putra yang dikenal sebagai Pandawa. Pandawa dibesarkan oleh
para resi.
Saat Yudhistira putra tertua sudah beranjak dewasa, berumur
16 tahun para resi membawa mereka kembali ke Hastinapura dan di asuh oleh kakek
Bisma. Dengan singkat Pandawa mengusaia kitab weda dan wedanta serta ilmu
kesatriaan. Hal inilah yang membuat Kurawa, putra Destarata, cemburu dan iri
terhadap Pandawa. Kurawa sering berusaha mencederai mereka dengan berbagai
cara. Karena keadaannya semakin runyam, akhirnya kakek Bhisma sesepuh keluarga
campur tangan untuk mendamaikan dan membuat perjanjian untuk Pandawa dana
Kurawa.
Dengan Perjanjian itu, Pandawa dan Kurawa harus memisahkan kekuasaan pemerintahan dengan pandawa di Indraprasta dan Kurawa di Hastinapura.
Dengan Perjanjian itu, Pandawa dan Kurawa harus memisahkan kekuasaan pemerintahan dengan pandawa di Indraprasta dan Kurawa di Hastinapura.
Kedengkian Kurawa masih menjadi-jadi, dia memutar akal licik,
bagaimana caranya agar kerajaan Indraprasta juga menjadi bagiannya. Akhirnya
Kurawa mengundang Pandawa bermain dadu. Kenapa kok bermain dadu? kok ndak
bermain billyard (ya belum ada billyard lah ). Karena
pihak Kurawa sudah merencanakan dan mengetahui bahwa Pandawa pasti akan kalah
jiak di ajak berdadu.. ..
Singkat cerita, banyak sekali petuah-petuah yang dapat
diambil dari kisah Mahabarata. Kedengkian, iri adalah awal dari segala
kehancuran. Pandawa adalah kesatria yang selalu menghormati guru-guru dan orang
tuanya. Setelah kamu membaca kisah ini, kamu bisa mengambil posisi, kamu ingin
seperti apa. AKU AKAN MENJADI “DRUPADI” YANG “SETIA MENDAMPINGIN
SUAMINYA” SEPERTI DI KISAH MAHABARATA ITU.
0 komentar:
Posting Komentar