Perjalanan kita ke
Klungkung kali ini akan mengunjungi salah satu tempat wisata di Bali dan
dikenal juga sebagai pura yang bernilai sejarah, apalagi kalau bukan pura Goa
Lawah. Lawah berarti kelelawar. Di Bali Pura Goa Lawah merupakan Pura untuk
memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Pura Goa Lawah di
Desa Pesinggahan
Kecamatan Dawan, Klungkung inilah sebagai pusat Pura Segara (pura laut) di Bali
untuk memuja Tuhan sebagai Dewa Laut. Dalam Lontar Prekempa Gunung Agung
diceritakan Dewa Siwa mengutus Sang Hyang Tri Murti untuk menyelamatkan bumi.
Dewa Brahma turun menjelma menjadi Naga Ananta Bhoga. Dewa Wisnu menjelma
sebagai Naga Basuki. Dewa Iswara menjadi Naga Taksaka. Naga Basuki penjelmaan
Dewa Wisnu itu kepalanya ke laut menggerakan samudara agar menguap menajdi
mendung. Ekornya menjadi gunung dan sisik ekornya menjadi pohon-pohonan yang
lebat di hutan. Kepala Naga Basuki itulah yang disimbolkan dengan Pura Goa
Lawah dan ekornya menjulang tinggi sebagai Gunung Agung. Pusat ekornya itu di
Pura Goa Raja, salah satu pura di kompleks Pura Besakih. Karena itu pada zaman
dahulu goa di Pura Goa Raja itu konon tembus sampai ke Pura Goa Lawah.
Karena ada gempa tahun
1917, goa itu menjadi tertutup.
Keberadaan Pura Goa
Lawah ini dinyatakan dalam beberapa lontar seperti Lontar Usana Bali dan juga
Lontar Babad Pasek. Dalam Lontar tersebut dinyatakan Pura Goa Lawah itu
dibangun atas inisiatif Mpu Kuturan pada abad ke XI Masehi dan kembali dipugar
untuk diperluas pada abad ke XV Masehi.
Dalam Lontar Usana
Bali dinyatakan bahwa Mpu Kuturan memiliki karya yang bernama ”Babading Dharma
Wawu Anyeneng’ yang isinya menyatakan tentang pendirian beberapa Pura di Bali
termasuk Pura Goa Lawah dan juga memuat tahun saka 929 atau tahun 107 Masehi.
Umat Hindu di Bali umumnya melakukan Upacara Nyegara Gunung sebagai penutup
upacara Atma Wedana atau disebut juga Nyekah, Memukur atau Maligia. Upacara ini
berfungsi sebagai pemakluman secara ritual sakral bahwa atman keluarga yang
diupacarai itu telah mencapai Dewa Pitara. Upacara Nyegara Gunung itu umumnya
di lakukan di Pura Goa Lawah dan Pura Besakih salah satunya ke Pura Goa Raja.
Pura Besakih di lereng
Gunung Agung dan Pura Goa Lawah di tepi laut adalah simbol lingga yoni dalam
wujud alam. Lingga yoni ini adalah sebagai simbol untuk memuja Tuhan yang salah
satu kemahakuasaannya mempertemukan unsur purusa dengan predana. Bertemunya
purusa sebagai unsur spirit dengan predana sebagai unsur materi menyebabkan
terjadinya penciptaan. Demikiankah Gunung Agung sebagai simbol purusa dan Goa
Lawah sebagai simbol pradana. Hal ini untuk melukiskan proses alam di mana air
laut menguap menjadi mendung dan mendung menjadi hujan. Hujan ditampung oleh
gunung dengan hutannya yang lebat. Itulah proses alam yang dilukiskan oleh dua
alam itu. Proses alam itu terjadi atas hukm Tuhan. Karena itulah di tepi laut
di Desa Pesinggahan dirikan Pura Goa Lawah dan di Gunung Agung dirikan Pura Besakih
dengan 18 kompleksnya yang utama. Di Pura itulah Tuhan dipuja guna memohon agar
proses alam tersebut tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya. Karena dengan
berjalannya proses itu alam ini tetap akan subur memberi kehidupan pada umat
manusia.
Pujawali atau piodalan
di Pura Goa Lawah ini untuk memuja Bhatara Tengahing Segara dan Sang Hyang
Basuki dilakukan setiap Anggara Kasih Medangsia. Di jeroan (bagian dalam) Pura,
tepatnya di mulut goa terdapat pelinggih Sanggar Agung sebagai pemujaan Sang
Hyang Tunggal. Ada Meru Tumpang Tiga sebagai pesimpangan Bhatara Andakasa.
Ada Gedong Limasari
sebagai Pelinggih Dewi Sri dan Gedong Limascatu sebagai Pelinggih Bhatara
Wisnu. Dua pelinggih inilah sebagai pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Basuki
dan Bhatara Tengahing Segara.
0 komentar:
Posting Komentar